DER 190 Persen, Akuisisi Kapal USD100 Juta Jadi Uji Leverage CBRE

DER CBRE Sentuh 190 Persen, Investor Mulai Soroti Risiko Leverage

lintasperistiwanusantara.com – Rasio utang terhadap ekuitas atau Debt to Equity Ratio (DER) milik CBRE mencatat angka tinggi, mencapai 190 persen setelah perusahaan menyelesaikan akuisisi kapal baru senilai USD100 juta. Angka tersebut langsung memicu perdebatan di kalangan analis dan investor terkait kemampuan leverage CBRE dalam menjaga stabilitas finansial di tengah tekanan ekonomi global.

Langkah agresif CBRE dalam memperluas portofolio aset lautnya memang bukan hal mengejutkan. Namun, kenaikan DER hingga mendekati dua kali lipat dari rata-rata industri membuat banyak pihak mempertanyakan sejauh mana manajemen mampu menjaga keseimbangan antara ekspansi dan risiko utang.

Menurut laporan keuangan terakhir, peningkatan rasio tersebut disebabkan oleh kombinasi pembiayaan eksternal untuk akuisisi kapal kargo besar serta peningkatan biaya operasional akibat fluktuasi harga bahan bakar dan logistik global.

“CBRE mengambil langkah berani, tapi risiko finansialnya tinggi. Dengan DER 190 persen, ruang manuver mereka makin sempit,” kata seorang analis pasar modal di Jakarta.

Akuisisi Kapal USD100 Juta Jadi Sorotan

Aksi korporasi yang dilakukan CBRE ini adalah bagian dari strategi jangka panjang mereka untuk memperluas lini bisnis di sektor logistik laut dan transportasi energi. Kapal baru tersebut dikabarkan berkapasitas besar dengan spesifikasi yang memungkinkan pengangkutan kargo lintas benua, terutama untuk pasar Asia–Eropa.

Sumber internal menyebut, akuisisi kapal ini tidak dilakukan sepenuhnya dengan kas internal, melainkan melalui kombinasi antara pinjaman bank internasional dan penerbitan obligasi korporasi. Inilah yang menyebabkan rasio DER naik signifikan.

Bagi CBRE, langkah ini dianggap krusial untuk memperkuat posisi mereka di pasar ekspor-impor global, terutama di tengah meningkatnya permintaan logistik pasca-pandemi. Namun bagi sebagian investor, strategi tersebut justru dianggap berisiko tinggi jika tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan yang sepadan.

“Dalam jangka pendek, leverage seperti ini bisa menekan margin. Tapi kalau arus kas stabil, ini bisa jadi lompatan besar,” ujar ekonom pasar keuangan dari Universitas Indonesia.

Dampak DER 190 Persen Terhadap Kinerja Keuangan

Secara teori, DER 190 persen berarti utang CBRE hampir dua kali lebih besar dibandingkan ekuitasnya. Kondisi ini membuat perusahaan lebih sensitif terhadap perubahan suku bunga dan fluktuasi pasar modal.

Jika kondisi makroekonomi memburuk—misalnya suku bunga naik atau permintaan logistik turun—CBRE bisa menghadapi tekanan pada arus kas operasional. Risiko refinancing juga meningkat karena beban bunga yang berat dapat menggerus laba bersih.

Namun dari sisi lain, manajemen CBRE menyatakan bahwa peningkatan leverage masih dalam koridor aman. Mereka menegaskan bahwa aset produktif yang baru diakuisisi akan segera menghasilkan pendapatan yang mampu menutup beban keuangan dalam jangka menengah.

“Kami sadar DER meningkat, tapi kami punya perencanaan arus kas yang kuat dan mitra pembiayaan jangka panjang,” kata CFO CBRE dalam konferensi pers virtual.

Selain itu, pihak CBRE menegaskan bahwa perbandingan DER perlu dilihat dalam konteks industri maritim, di mana nilai aset tetap seperti kapal cenderung tinggi, sehingga rasio utang biasanya lebih besar dibandingkan sektor lain seperti perbankan atau ritel.

Strategi CBRE Hadapi Tekanan Leverage

Untuk menjaga kepercayaan investor, CBRE tengah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi risiko, termasuk:

  1. Restrukturisasi pinjaman jangka pendek menjadi jangka panjang, agar beban bunga lebih terkendali.

  2. Optimalisasi pendapatan sewa kapal dengan meningkatkan efisiensi rute dan kontrak pengangkutan.

  3. Penjualan sebagian aset non-produktif, guna memperkuat arus kas bebas dan mengurangi ketergantungan pada utang.

  4. Diversifikasi usaha, termasuk masuk ke sektor pendukung logistik digital yang membutuhkan modal lebih kecil.

Langkah-langkah ini diharapkan dapat menurunkan DER secara bertahap dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Manajemen CBRE juga membuka opsi mencari investor strategis baru untuk memperkuat modal ekuitas tanpa menambah utang.

Analis menilai, jika strategi restrukturisasi ini berjalan sesuai rencana, CBRE masih punya peluang untuk menjaga stabilitas keuangan sekaligus memperluas kapasitas bisnisnya di level internasional.

Respons Pasar Modal: Antara Optimisme dan Kekhawatiran

Pasar modal merespons langkah CBRE ini dengan campuran antara optimisme dan kekhawatiran. Saham CBRE sempat naik tipis 1,3 persen setelah pengumuman akuisisi, namun kembali melemah dua hari kemudian begitu laporan DER dirilis.

Investor jangka panjang masih menilai potensi jangka menengah perusahaan cukup menjanjikan, apalagi dengan nilai kontrak logistik laut yang terus meningkat. Tapi bagi investor jangka pendek, lonjakan DER dianggap sebagai sinyal untuk berhati-hati.

Beberapa analis menyebut bahwa jika CBRE gagal menurunkan DER dalam waktu dua tahun, risiko penurunan peringkat kredit bisa meningkat. Lembaga rating internasional bahkan mulai meninjau ulang posisi utang korporasi mereka.

Tantangan Global: Suku Bunga dan Fluktuasi Dolar

Tantangan terbesar yang dihadapi CBRE saat ini adalah kenaikan suku bunga global dan penguatan dolar AS. Karena sebagian besar pinjaman untuk akuisisi kapal menggunakan mata uang asing, biaya bunga otomatis naik ketika dolar menguat.

Hal ini menambah tekanan terhadap margin laba bersih perusahaan. Jika tren suku bunga global belum turun hingga 2026, maka kemampuan CBRE membayar utang bisa semakin terbebani.

Namun, manajemen menyatakan telah melakukan lindung nilai (hedging) untuk sebagian besar pinjaman mereka agar risiko kurs bisa diminimalkan.

“Kapal kami adalah aset produktif global. Nilai sewanya juga berbasis dolar, jadi kami punya natural hedge,” ujar CEO CBRE menepis kekhawatiran pasar.

Potensi Rebound Jika Arus Kas Membaik

Meski leverage tinggi, sejumlah analis tetap percaya CBRE bisa bangkit jika mampu mengoptimalkan aset barunya. Kapal sekelas USD100 juta memiliki potensi menghasilkan pendapatan hingga USD25 juta per tahun, tergantung pada tarif logistik dan kontrak sewa.

Jika hal itu tercapai, arus kas CBRE bisa pulih dalam dua tahun. Dalam skenario optimistis, DER juga bisa kembali ke bawah 130 persen pada akhir 2027, seiring dengan penurunan utang jangka pendek dan peningkatan ekuitas.

“Kuncinya di eksekusi. Kalau kapal baru cepat menghasilkan revenue, DER bisa stabil, bahkan jadi leverage sehat,” tulis laporan riset salah satu sekuritas.

DER Tinggi Bukan Akhir, Tapi Alarm Finansial

DER 190 persen CBRE bukan sekadar angka — ini adalah pengingat bahwa ekspansi agresif harus diimbangi manajemen risiko yang ketat.

Kunci Sukses Ada pada Manajemen Leverage

Jika strategi restrukturisasi utang dan optimalisasi aset berjalan baik, CBRE bukan hanya akan keluar dari tekanan, tapi justru memperkuat posisinya di industri maritim global.