Harta Kekayaan Minus Wahyudin Moridu di LHKPN, Anggota DPRD Ngaku Mau Rampok Uang Negara
Fakta Harta Kekayaan Minus Wahyudin Moridu
lintasperistiwanusantara.com – Belakangan publik dibuat heboh dengan laporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang menyebut nama Wahyudin Moridu, anggota DPRD, dengan harta kekayaan minus. Catatan ini membuat banyak pihak bertanya-tanya karena selama ini, seorang anggota DPRD diperkirakan memiliki harta yang stabil, minimal setara gaji dan aset pribadi.
Menurut data LHKPN terbaru, Wahyudin tercatat memiliki hutang lebih besar dari aset yang dimiliki, sehingga secara resmi tercatat minus. Angka ini langsung menjadi sorotan media dan masyarakat. Banyak yang mempertanyakan apakah kondisi ini murni faktor ekonomi pribadi atau ada masalah lain yang lebih serius terkait pengelolaan keuangan pribadi anggota DPRD tersebut.
Harta kekayaan minus anggota legislatif bukan hal yang biasa, apalagi bagi publik yang menaruh harapan tinggi pada pejabat publik untuk menjadi teladan. Fenomena ini menimbulkan kritik tajam dari aktivis antikorupsi yang menyoroti akuntabilitas pejabat negara dalam mengelola uang dan harta pribadinya.

Pengakuan Mengejutkan Anggota DPRD
Tak hanya catatan minus yang mengejutkan publik, Wahyudin Moridu bahkan sempat membuat pernyataan kontroversial di depan awak media. Ia mengaku “mau rampok uang negara” untuk menutupi kekurangannya. Kalimat ini tentu menjadi viral di media sosial dan memancing kecaman dari berbagai pihak.
Pernyataan ini lantas menjadi bahan evaluasi serius bagi DPRD terkait etika dan integritas anggotanya. Para pengamat politik menilai, kalimat itu bisa jadi lelucon buruk, tapi tetap mencoreng citra DPRD dan membuat masyarakat semakin skeptis terhadap pejabat publik.
Pengakuan itu juga mengingatkan pentingnya kontrol publik terhadap laporan harta kekayaan dan pengawasan internal partai maupun lembaga legislatif. Meski terdengar ekstrem, pernyataan ini membuka diskusi luas soal akuntabilitas dan moral politik di tubuh DPRD.
Reaksi Publik dan Media Sosial
Isu ini langsung menjadi trending di berbagai platform media sosial. Netizen membanjiri komentar dengan kritik pedas terhadap Wahyudin Moridu, bahkan ada yang menuntut agar DPRD segera menindak tegas atas pernyataan dan kondisi harta kekayaan yang minus.
Banyak netizen yang menyoroti ketimpangan antara pernyataan anggota DPRD yang “mau rampok uang negara” dengan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat. Mereka menuntut transparansi lebih besar terkait harta pejabat publik dan pengelolaan anggaran negara.
Media juga menyoroti sisi legal dari pernyataan Wahyudin. Pakar hukum menyebut, walaupun ucapan tersebut bisa dianggap spontan atau sarkastik, secara etika dan politik tetap harus ada evaluasi untuk menjaga integritas legislatif.
Dampak Politik dan Partai
Kasus ini juga berdampak pada partai politik tempat Wahyudin bernaung. Partai kini berada di tekanan publik untuk memberikan klarifikasi atau bahkan mengambil tindakan disipliner.
Pengamat politik menyebut, insiden semacam ini bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap partai dan institusi DPRD. Terlebih, pada saat ini masyarakat sedang menaruh perhatian besar terhadap isu antikorupsi dan transparansi pengelolaan uang negara.
Di sisi lain, DPRD dan partai politik juga harus menyeimbangkan antara menegakkan disiplin internal dan menjaga citra lembaga. Situasi ini jelas menuntut respons cepat agar tidak merembet menjadi isu nasional yang lebih besar.
Integritas Pejabat Publik Jadi Sorotan
Kasus harta kekayaan minus Wahyudin Moridu sekaligus pernyataannya tentang “mau rampok uang negara” menegaskan bahwa integritas pejabat publik tetap menjadi sorotan utama masyarakat. Masyarakat menuntut transparansi dan etika yang tinggi, terutama bagi mereka yang mengelola uang rakyat.
Langkah Kedepan DPRD dan Partai
DPRD dan partai politik perlu segera mengambil langkah preventif untuk mencegah kasus serupa. Mulai dari pengawasan internal, edukasi etika pejabat, hingga klarifikasi publik, semua harus dilakukan agar kepercayaan publik bisa kembali pulih.
Bagi publik, yang terpenting adalah memastikan setiap pejabat publik bertanggung jawab dan transparan. Tidak ada ruang bagi pejabat yang menganggap remeh etika dan integritas, terutama saat mengelola uang rakyat.