Pedagang Pasar Boru Bertahan di Tengah Abu Gunung Lewotobi: “Kami Terpaksa”
lintasperistiwanusantara.com – Erupsi Gunung Lewotobi di Flores Timur kembali bikin aktivitas warga terganggu. Salah satu yang paling terasa adalah di Pasar Boru, pusat ekonomi masyarakat sekitar. Meski hujan abu turun deras dan bikin suasana pasar penuh debu, para pedagang tetap memilih bertahan. Alasannya sederhana: kalau berhenti jualan, dapur mereka tidak ngebul.
Cerita para pedagang ini jadi potret nyata bagaimana ekonomi rakyat kecil tetap berjalan di tengah bencana. Meskipun ada ancaman kesehatan dan kondisi pasar jauh dari kata nyaman, mereka tetap hadir, membuka lapak, dan melayani pembeli yang juga butuh kebutuhan harian.

Kondisi Pasar Boru Saat Abu Lewotobi Turun
Bayangin pasar tradisional yang biasanya ramai dengan warna-warni sayur, buah, dan suara tawar-menawar, sekarang diselimuti abu tebal. Lantai pasar licin, atap seng bergemerisik kena hujan abu, dan banyak dagangan terpaksa ditutup plastik seadanya.
Pedagang di Pasar Boru cerita, setiap hari mereka harus bersihin lapak berulang kali. Sayuran, ikan, sampai baju yang dijual harus ditutup rapat biar gak kena abu. Walaupun begitu, tetap aja ada risiko barang dagangan jadi cepat rusak.
Bukan cuma itu, pengunjung pasar pun menurun drastis. Banyak pembeli lebih pilih simpan stok dari rumah ketimbang keluar di tengah abu vulkanik. Kondisi ini bikin omzet pedagang anjlok, tapi mereka tetap buka. Menurut salah satu pedagang, kalau sehari aja gak jualan, keluarga mereka bisa kesulitan makan.
Kenapa Pedagang Tetap Bertahan di Pasar Boru?
Ada beberapa alasan kenapa pedagang gak bisa ninggalin pasar meskipun kondisi berbahaya.
-
Keterpaksaan Ekonomi
Pedagang kecil di Pasar Boru umumnya hidup dari penghasilan harian. Kalau gak jualan, otomatis gak ada pemasukan. Apalagi mayoritas mereka gak punya tabungan. -
Kebutuhan Konsumen Lokal
Walaupun pengunjung berkurang, tetap ada warga yang butuh pasar. Jadi, meskipun risiko tinggi, masih ada transaksi yang terjadi. -
Keterbatasan Bantuan
Sejauh ini, bantuan dari pemerintah lebih fokus ke pengungsian. Sementara pedagang yang masih harus bertahan di pasar belum tentu mendapat perhatian khusus. -
Budaya dan Kebiasaan
Bagi pedagang tradisional, pasar bukan cuma tempat cari uang, tapi juga bagian dari kehidupan sosial. Mereka terbiasa untuk tetap buka meski kondisi tidak ideal.
Dampak Kesehatan Akibat Abu Vulkanik
Selain kerugian ekonomi, dampak kesehatan juga jadi masalah serius. Abu vulkanik bisa sebabkan:
-
Gangguan pernapasan seperti batuk, sesak napas, dan iritasi tenggorokan.
-
Masalah kulit dan mata karena debu tajam menempel di tubuh.
-
Kerusakan dagangan sehingga pedagang sering alami kerugian berulang.
Banyak pedagang di Pasar Boru terpaksa pakai masker seadanya, bahkan ada yang cuma pakai kain basah. Padahal, WHO sudah peringatkan kalau abu vulkanik berbahaya banget buat paru-paru.
Upaya Pemerintah dan Respon Masyarakat
Pemerintah daerah sebenarnya sudah keluarkan imbauan supaya warga lebih hati-hati dan membatasi aktivitas di luar rumah. Namun, realitasnya pedagang gak bisa berhenti. Beberapa relawan juga membagikan masker gratis ke pasar, tapi jumlahnya jauh dari cukup.
Masyarakat sekitar pun berusaha saling bantu. Ada yang gotong royong bersihin area pasar, ada juga yang bantu pedagang tutup lapak biar dagangan lebih aman.
Meski begitu, jelas banget kalau para pedagang butuh perhatian lebih. Gak hanya soal bantuan sembako, tapi juga solusi jangka panjang seperti penataan pasar agar lebih tahan terhadap kondisi darurat kayak gini.
Harapan Pedagang Pasar Boru di Tengah Bencana
Di balik semua keterbatasan, pedagang Pasar Boru masih punya harapan. Mereka ingin ada:
-
Bantuan alat pelindung diri seperti masker medis, sarung tangan, dan pelindung dagangan.
-
Relokasi sementara ke tempat lebih aman tapi tetap bisa berjualan.
-
Dukungan modal untuk menutup kerugian akibat barang dagangan rusak.
Mereka sadar risiko tetap besar, tapi berhenti jualan sama aja dengan berhenti hidup. Itulah kenapa kalimat yang sering muncul dari pedagang adalah: “Kami terpaksa.”
Kesimpulan: Bertahan di Tengah Keterpaksaan
Kisah pedagang Pasar Boru di bawah abu Gunung Lewotobi nunjukkin kerasnya pilihan hidup masyarakat kecil. Di saat orang lain bisa mengungsi, mereka tetap harus hadir di pasar karena kebutuhan ekonomi.
Harapan untuk Perhatian Lebih
Pemerintah diharapkan gak cuma fokus pada pengungsian, tapi juga perhatikan pedagang pasar yang jadi tulang punggung ekonomi lokal. Karena di balik debu abu vulkanik, ada keluarga-keluarga yang tetap butuh makan dan sekolah.